Mencari Tahu Titik Kritis Halal Vitamin

Mencari Tahu Titik Kritis Halal Vitamin

Di masa pandemi ini, vitamin menjadi kebutuhan mendasar yang sering dibeli oleh masyarakat. Vitamin yang digunakan untuk menjaga daya tahan tubuh beragam bentuknya. Mulai dari tablet, serbuk, kapsul juga berbentuk cair berupa sirup atau larutan. 


2 Jenis Vitamin

Dilansir dari Halalmui.org, vitamin jika dilihat dari sumbernya terbagi menjadi dua, yaitu herbal dan kimia. Menurut auditor senior LPPOM MUI, Drs. Chilwan Pandji, M.Apt.Sc., Vitamin herbal mempunyai kandungan ekstrak tumbuhan, bahan mineral, campuran bahan-bahan tersebut yang diproses sedemikian rupa sehingga berubah bentuk menjadi pil atau serbuk tanpa adanya campuran bahan-bahan kimia.


“Sedangkan vitamin kimia mempunyai kandungan bahan-bahan yang dicampur dan diproses dengan sintesa kimiawi, sehingga didapat senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu,” papar Chilwan.


Proses Produksi Vitamin

Baik vitamin herbal maupun kimia, produksi dan bahan baku vitamin relatif sama, yakni disusun dari berbagai bahan baku, bahan pembantu dan bahan penolong. Setiap proses dan bahan berpotensi menyumbangkan titik kritis halal pada vitamin.


Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr menjelaskan bahwa titik kritis kehalalan vitamin C dapat dicermati dari proses pembuatannya, yaitu melalui sintesis kimiawi atau proses biotransformasi. 


"Berdasarkan pengamatan di beberapa industri, umumnya dipakai cara biotransformasi menggunakan mikroorganisme, yang diperbanyak dalam suatu media pertumbuhan. Media pertumbuhan memerlukan sumber karbon, sumber nitrogen, dan bahan-bahan lain yang harus diperiksa status kehalalannya,” jelasnya. 


Titik Kritis Halal

Beberapa vitamin menggunakan pelindung (coating) seperti dalam vitamin C. Bahan coating ini biasanya adalah gelatin yang diperoleh melalui hidrolisis parsial kolagen yang berasal dari kulit dan/atau tulang hewan dengan pereaksi asam atau basa. Titik kritisnya adalah jenis hewan dan cara penyembelihannya yang harus dipastikan status kehalalannya.


Ada pula bahan perisa dalam vitamin. Umumnya industri menggunakan perisa sintetik yang dibuat dari berbagai senyawa kimia, dan dalam proses pengolahannya digunakan pelarut tertentu. Status kehalalan perisa yang digunakan harus dapat ditunjukkan dengan sertifikat halal.


Dalam pembuatan vitamin juga digunakan pemanis buatan, yang prosesnya dilakukan pemurnian menggunakan aktif karbon. Status kehalalan aktif karbon harus jelas, sama halnya dengan pemanis aspartam. Sumber asam amino yang digunakan, yaitu asam amino fenilalanin dan aspartat harus jelas status kehalalannya.


Pilih Vitamin Bersertifikat Halal

Penjelasan di atas membuktikan bahwa vitamin yang dianggap menyehatkan bisa saja menjadi tidak halal. Untuk umat muslim lebih mudah untuk membeli vitamin bersertifikat halal MUI ketika memilih vitamin. 


Asri

Sumber: halalmui.org

Foto: britannica.com